Laman

Senin, 31 Mei 2010

Budaya Indonesia

Tari tradisional, bagian dari budaya daerah yang menyusun kebudayaan nasional Indonesia

Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945.

Daftar isi

[sembunyikan]

Kebudayaan nasional

Kebudayaan nasional secara mudah dimengerti sebagai kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:

{{cquote2|Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.[1]

Disebutkan juga pada pasal selanjutnya bahwa kebudayaan nasional juga mencermikan nilai-nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh semangat Pancasila.

Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.[2]

Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.

Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional. [3]

Kebudayaan daerah

Seluruh kebudayaan daerah yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.

Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.

Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi.

Kebudayaan Arab masuk bersama dengan penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Tiongkok.

Kedatangan penjelajah dari Eropa sejak abad ke-16 ke Nusantara, dan penjajahan yang berlangsung selanjutnya, membawa berbagai bentuk kebudayaan Barat dan membentuk kebudayaan Indonesia modern sebagaimana yang dapat dijumpai sekarang. Teknologi, sistem organisasi dan politik, sistem sosial, berbagai elemen budaya seperti boga, busana, perekonomian, dan sebagainya, banyak mengadopsi kebudayaan Barat yang lambat-laun terintegrasi dalam masyarakat.

Wujud kebudayaan daerah di Indonesia

Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap saerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda.

Rumah adat

Rumah gadang, rumah adat sumatera barat

Tarian

Tari jaipong, Tarian daerah Jawa Barat

Lagu

  • Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung.
  • Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama
  • Melayu : Soleram, Tanjung Katung
  • Minangkabau : Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang
  • Aceh : Bungong Jeumpa
  • Ampar-Ampar Pisang (Kalimantan Selatan)
  • Anak Kambing Saya (Nusa Tenggara Timur)
  • Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha Nusa Tenggara Timur
  • Angin Mamiri (Sulawesi Selatan)
  • Anju Ahu (Sumatera Utara)
  • Apuse (Papua)
  • Ayam Den Lapeh (Sumatera Barat)
  • Barek Solok (Sumatera Barat)
  • Batanghari (Jambi)
  • Bubuy Bulan (Jawa Barat)
  • Buka Pintu (Maluku)
  • Bungo Bangso (Sumatera Utara)
  • Bungong Jeumpa (Aceh)
  • Burung Tantina (Maluku)
  • Butet (Sumatera Utara)
  • Cik-Cik Periuk (Kalimantan Barat)
  • Cikala Le Pongpong (Sumatera Utara)
  • Cing Cangkeling (Jawa Barat)
  • Cuk Mak Ilang (Sumatera Selatan)
  • Dago Inang Sarge (Sumatera Utara)
  • Dayung Palinggam (Sumatera Barat)
  • Dayung Sampan (Banten)
  • Dek Sangke (Sumatera Selatan)
  • Desaku (Nusa Tenggara Timur)
  • Esa Mokan (Sulawesi Utara)
  • Es Lilin (Jawa Barat)
  • Gambang Suling (Jawa Tengah)
  • Gek Kepriye (Jawa Tengah)
  • Goro-Gorone (Maluku)
  • Gending Sriwijaya (Sumatera Selatan)
  • Gundul Pacul (Jawa Tengah)
  • Helele U Ala De Teang (Nusa Tenggara Barat)
  • Huhatee (Maluku)
  • Ilir-Ilir (Jawa Tengah)
  • Indung-Indung (Kalimantan Timur)
  • Injit-Injit Semut (Jambi)
  • Jali-Jali (Jakarta)
  • Jamuran (Jawa Tengah)
  • Kabile-Bile (Sumatera Selatan)
  • Kalayar (Kalimantan Tengah)
  • Kambanglah Bungo (Sumatera Barat)
  • Kampuang Nan Jauh Di Mato (Sumatera Barat)
  • Ka Parak Tingga (Sumatera Barat)
  • Karatagan Pahlawan (Jawa Barat)
  • Keraban Sape (Jawa Timur)
  • Keroncong Kemayoran (Jakarta)
  • Kicir-Kicir (Jakarta)
  • Kole-Kole (Maluku)
  • Lalan Belek (Bengkulu)
  • Lembah Alas (Aceh)
  • Lisoi (Sumatera Utara)
  • Madekdek Magambiri (Sumatera Utara)
  • Malam Baiko (Sumatera Barat)
  • Mande-Mande (Maluku)
  • Manuk Dadali (Jawa Barat)
  • Ma Rencong (Sulawesi Selatan)
  • Mejangeran (Bali)
  • Mariam Tomong (Sumatera Utara)
  • Moree (Nusa Tenggara Barat)
  • Nasonang Dohita Nadua (Sumatera Utara)
  • O Ina Ni Keke (Sulawesi Utara)
  • Ole Sioh (Maluku)
  • Orlen-Orlen (Nusa Tenggara Barat)
  • O Ulate (Maluku)
  • Pai Mura Rame (Nusa Tenggara Barat)
  • Pakarena (Sulawesi Selatan)
  • Panon Hideung (Jawa Barat)
  • Paris Barantai (Kalimantan Selatan)
  • Peia Tawa-Tawa (Sulawesi Tenggara)
  • Peuyeum Bandung (Jawa Barat)
  • Pileuleuyan (Jawa Barat)
  • Pinang Muda (Jambi)
  • Piso Surit (Aceh)
  • Pitik Tukung (Yogyakarta)
  • Flobamora, Potong Bebek Angsa (Nusa Tenggara Timur)
  • Rambadia (Sumatera Utara)
  • Rang Talu (Sumatera Barat)
  • Rasa Sayang-Sayange (Maluku)
  • Ratu Anom (Bali)
  • Saputangan Bapuncu Ampat (Kalimantan Selatan)
  • Sarinande (Maluku)
  • Selendang Mayang (Jambi)
  • Sengko-Sengko (Sumatera Utara)
  • Siboga Tacinto (Sumatera Utara)
  • Sinanggar Tulo (Sumatera Utara)
  • Sing Sing So (Sumatera Utara)
  • Sinom (Yogyakarta)
  • Si Patokaan (Sulawesi Utara)
  • Sitara Tillo (Sulawesi Utara)
  • Soleram (Riau)
  • Surilang (Jakarta)
  • Suwe Ora Jamu (Yogyakarta)
  • Tanduk Majeng (Jawa Timur)
  • Tanase (Maluku)
  • Tapian Nauli (Sumatera Utara)
  • Tari Tanggai (Sumatera Selatan)
  • Tebe Onana (Nusa Tenggara Barat)
  • Te Kate Dipanah (Yogyakarta)
  • Tokecang (Jawa Barat)
  • Tondok Kadadingku (Sulawesi Tengah)
  • Tope Gugu (Sulawesi Tengah)
  • Tumpi Wayu (Kalimantan Tengah)
  • Tutu Koda (Nusa Tenggara Barat)
  • Terang Bulan (Jakarta)
  • Yamko Rambe Yamko (Papua)
  • Bapak Pucung (Jawa Tengah)
  • Yen Ing Tawang Ono Lintang (Jawa Tengah)
  • Stasiun Balapan, Didi Kempot (Jawa Tengah)
  • Anging Mamiri, Sulawesi Parasanganta (Sulawesi Selatan)
  • bulu londong, malluya, io-io, ma'pararuk (Sulawesi Barat)

Musik

Alat musik

Gamelan

Gambar

Patung

Pakaian

Suara

  • Jawa: Sinden.
  • Sumatra: Tukang cerita.
  • Talibun : (Sibolga, Sumatera Utara)

[sunting] Sastra/tulisan

Makanan

Timor Jagung Bose, Daging Se'i, Ubi Tumis.

Kebudayaan Modern Khas Indonesia

Sastra Inggris Kuno

Halaman utama Kronik Peterborough, kemungkinan disalin pada tahun 1150, adalah salah satu sumber utama Kronik Anglo-Saxon.

Sastra Anglo-Saxon atau sastra Inggris Kuno meliputi sastra yang ditulis dalam bahasa Inggris Kuno pada periode pasca Romawi dari kurang lebih pertengahan abad ke-5 sampai pada Penaklukan Norman tahun 1066. Karya-karya ini mencakup genre seperti sajak wiracarita, hagiografi, khotbah, terjemahan Alkitab, undang-undang, kronik, teka-teki, dan lain-lain. Secara total ada sekitar 400 manuskrip yang terlestarikan dari masa ini, sebuah korpus penting baik bagi khalayak ramai atau para peneliti.

Beberapa karya penting termasuk syair Beowulf, yang telah mencapai status wiracarita nasional di Britania. Kronik Anglo-Saxon merupakan koleksi awal sejarah Inggris. Himne Cædmon dari abad ke-7 adalah salah satu tulisan tertua dalam bahasa Inggris yang terlestarikan.

Sastra Inggris Kuno telah melampaui beberapa periode penelitian yang berbeda-beda. Pada abad ke-19 dan abad ke-20 awal, fokusnya terutama ialah akar Jermanik bahasa Inggris, lalu aspek kesusastraannya mulai ditekankan, dan dewasa ini fokusnya terutama pada paleografi dan naskah manuskripnya sendiri: para peneliti mendiskusikan beberapa isyu seperti: pentarikhan manuskrip, asal, penulisan, dan hubungan antara budaya Anglo-Saxon atau Inggris Kuno dengan benua Eropa secara umum pada Abad Pertengahan.

Naguib Mahfouz

Naguib Mahfouz

Naguib Mahfouz (bahasa Arab: نجيب محفوظ, Nağīb Maḥfūẓ; Gamaliya, Kairo, 11 Desember 191130 Agustus 2006) adalah seorang novelis Mesir yang mendapatkan Penghargaan Nobel .

Naguib Mahfouz dilahirkan di daerah Gamaliya di Kairo. Namanya diberikan orangtuanya sesuai dengan nama Profesor Naguib Pasha Mahfouz, dokter yang membantu kelahirannya. Mahfouz, yang lama menjadi pegawai negeri, berdinas di Kementerian Wakaf Mortmain, kemudian menjabat sebagai Direktur Badan Sensor di Biro Seni, Direktur Yayasan Pendukung Bioskop, dan akhirnya sebagai konsultan di Kementerian Kebudayaan. Ia menerbitkan lebih dari 30 novel. Ia memperoleh Penghargaan Nobel dalam Sastra pada 1988.

Banyak dari novelnya mula-mula diterbitkan dalam bentuk seri, termasuk Anak-anak Gebelawi dan Lorong Midaq yang diadaptasi menjadi sebuah film Meksiko yang dibintangi Salma Hayek (El callejón de los milagros).

Anak-anak Gebelawi (1959), salah satu dari karya Mahfouz yang terbaik, dilarang beredar di Mesir karena dianggap menghujat karena menggambarkan Allah dan agama-agama Abrahamik monoteistik Yudaisme, Kristen dan Islam. Pada 1989, setelah dikeluarkannya fatwa murtad terhadap Salman Rushdie, seorang teolog Mesir yang buta, Omar Abdul-Rahman, mengatakan kepada seorang wartawan bahwa andaikata Mahfouz telah dihukum karena menulis novel ini, Rushdie tentu tidak akan berani menerbitkan novelnya. Syekh Omar selalu mengatakan bahwa ini bukanlah fatwa, tapi pada 1994 para ekstremis Islam, yang percaya bahwa itu adalah sebuah fatwa, berusaha membunuh novelis berumur 82 tahun itu, menikamnya di lehernya di luar rumahnya di Kairo, Mahfouz bertahan dan sejak itu terus-menerus dikawal. Akhirnya, pada awal 2006, novelnya diterbitkan di Mesir dengan pengantar yang ditulis oleh Ahmad Kamal Abu Almajd.

Pemain terompet dan komponis Amerika Serikat Dave Douglas memberikan judul kepada sebuah lagu dalam albumnya tahun 2001 Witness "Mahfouz". Musik sepanjang 25 menit itu menampilklan penyanyi Tom Waits yang membacakan kutipan dari karya-karya Mahfouz.

Karena dukungannya yang vokal terhadap upaya perdamaian Presiden Anwar Sadat di Kamp David bersama Israel, buku-bukunya dilarang di banyak negara Arab. Hal ini berubah setelah ia memperoleh Penghargaan Nobel.

Hingga saat meninggalnya, Mahfouz adalah penerima Penghargaan Nobel tertua yang masih hidup untuk bidang Sastra dan tertua ketiga di sepanjang masa setelah Bertrand Russell dan Halldor Laxness. Pada Juli 2006, Mahfouz dibawa ke unit gawat darurat karena luka di kepalanya setelah ia terjatuh. Ia meninggal dunia pada usia 94 tahun pada 30 Agustus 2006.[1]


Kain dan Habe

Menurut Alkitab Ibrani dan Al Qur'an, Kain dan Habel adalah anak pertama, dan, kemungkinan, kedua dari Adam dan Hawa, yang dilahirkan setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa (satu-satunya anak Adam dan Hawa yang lain yang disebut dalam Alkitab adalah Set). Cerita mereka dikisahkan dalam Alkitab Ibrani dalam Kitab Kejadian 4 dan dalam Al-Qur'an dalam Surah 5:27-32. Dalam kedua versi ini Kain melakukan pembunuhan yang pertama dengan membunuh saudaranya setelah Allah menolak korbannya, tetapi menerima korban Habel. Kitab Kejadian memberikan tekanan pada pekerjaan kedua saudara ini; Habel menggembalakan ternak, sementara Kain seorang petani.

Nama

Kain dan Habel adalah transliterasi dari nama-nama dalam bahasa Ibrani קַיִן / קָיִן dan הֶבֶל / הָבֶל dari Alkitab. Dalam transliterasi Ibrani standar, kedua nama ini ditulis Qáyin dan Hével / Hável, sementara dalam Bahasa Ibrani Tiberias nama mereka ditulis Qáyin / Qāyin dan Héḇel / Hāḇel. Dalam Al-Qur'an, Habel disebut Hābīl (هابيل); Kain tidak disebutkan namanya dalam Al-Qur'an, meskipun tradisi Islam mencatat namanya Qābīl (قابيل). Kain disebut Qayen (ቃየን) dalam versi Ethiopia dari Kitab Kejadian, meskipun dalam beberapa tempat lainnya seperti Yudas 1:11, ia disebut dengan variannya Qayel (ቃየል), dan dengan nama ini ia lebih sering disebut dalam khotbah-khotbah. Sebagian orang telah mengusulkan bahwa nama Habel harus diidentifikasikan dengan kata dalam bahasa Asyur aplu, yang semata-mata berarti "anak lelaki".

Sebuah etimologi rakyat Inggris yang dulu dianut luas mengatakan bahwa Habel terdiri atas ab dan el, sehingga praktis artinya adalah sumber Allah. Namun demikian, ini adalah sebuah penafsiran yang menyimpang, karena kata aslinya dalam bahasa Ibrani hanya mengandung tiga huruf HVL (הָבֶל), yang sangat berbeda dengan HABEL (אבאל). Secara alkitabiah, kata Hevel (Habel) muncul dalam Kitab Pengkhotbah dalam sebuah konteks yang menyiratkan bahwa kata itu harus diterjemahkan "sia-sia" ( Versi Raja James semata-mata menerjemahkannya sebagai "kesia-siaan", yang pada masa penerjemahannya mempunyai makna yang sama dalam bahasa Inggris, namun sekarang tidak lagi), dan juga muncul, dalam teks Masoret, dalam Kitab 1 Samuel (6:18) tampaknya dengan arti "ratapan". Kedua penggunaannya dalam Alkitab secara tradisional ditafsirkan menunjukkan bahwa nama Habel adalah sebuah pemainan kata, sebuah rujukan kepada hidup Habel yang singkat.

Cerita

Ringkasan

Kain membawa Habel untuk dibunuh, oleh James Tissot.

Kitab Kejadian (4:1-17) memberikan gambaran singkat tentang kedua saudara ini. Dikatakan bahwa Kain adalah seorang petani yang mengolah tanahnya, sementara adiknya Habel adalah seorang gembala. Suatu hari mereka mempersembahkan kurban kepada Allah. Kain mempersembahkan buah-buahan dan gandum dan padi, sementara Habel mempersembahkan domba yang gemuk, anak domba, atau susu, seperti yang dikatakan oleh Yosefus dari hasil pertama ternaknya. Karen alasan yang tidak dijelaskan, Allah menerima kurban Habel, dan karena itu Kain membunuh Habel, karena alasan yang juga tidak dijelaskan, seringkali dianggap sebagai sekadar rasa iri karena Allah pilih kasih. Cerita ini berlanjut dengan Allah yang mendekati Kain dan menanyakan di mana Habel berada. Jawaban Kain yang kemudian menjadi ucapan yang sangat terkenal ialah, " Apakah aku penjaga adikku?"

Allah melihat bahwa Kain mencoba menipu, karena "Darah [Habel] adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah". Allah mengutuk Kain untuk mengembara di muka bumi. Kain ketakutan bahwa ia akan dibunuh orang lain di muka bumi dan dalam rasa takutnya itu ia memohon kepada Allah, dan karena itu Allah mmberikan kepadanya tanda pada wajah Kain sehingga ia tidak akan dibunuh, sambil berkata bahwa "barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat." Lalu Kain pergi, "ke negeri pengembaraan". Terjemahan-terjemahan lainnya menyebutkan bahwa ia pergi "ke Tanah Nod", yang umumnya dianggap sebagai kekeliruan terjemahan dari kata Ibrani Nod, yang artinya pengembaraan. Meskipun ia dikutuk untuk hidup mengembara, Kain belakangan disebutkan mempunyai keturunan, dan mendirikan sebuah kota yang dinamainya Henokh, sesuai dengan nama anaknya.

Tapi menurut A-Quran dinyatakan bahwa Kain memberikan kurban yang tidak laya.Dia memberi tanaman dan buah-buahan yang busuk,sehingga Allah tidak menerimanya.maka kain iri dengan Habel dan membunuhnya.

Kematian Habel

Lukisan William Blake, Tubuh Habel ditemukan oleh Adam dan Hawa.

Dalam Kekristenan, pertandingan kadang-kadang dibuat antara kematian Habel dengan kematian Yesus. Dalam Injil Matius (23:35), Yesus berkata tentang Habel sebagai orang yang benar. Namun, Surat Ibrani menyatakan bahwa ... darah pemercikan... [berbicara] lebih kuat daripada darah Habel (Ibr. 12:24), artinya, darah Yesus ditafsirkan menuntut belas kasihan tetapi darah Habel menuntut pembalasan (karenanya ada kutuk dan tanda).

Pemakaman

Menurut al-Qur'an, Kainlah yang memakamkan Habel, dan ia didorong untuk melakukan hal itu oleh seseorang gagak yang mengais-ngais tanah, berdasarkan perintah Allah. Al-Qur'an menyatakan bahwa ketika melihat gagak itu, Kain menyesali tindakannya [al-Ma'idah:27-31], dan bahwa ketimbang dikutuk oleh Allah, karena Allah belum pernah melakukannya sebelumnya, Allah memilih untuk menciptakan sebuah hukum yang melarang pembunuhan:

Bila seseorang membunuh seseorang – kecuali kalau hal itu dilakukan karena pembunuhan atau karena menyebarkan kekacauan di seluruh negeri – seolah-olah membunuh seluruh bangsa itu; dan bila seorang menyelamatkan sebuah nyawa, seolah-olah ia telah menyelamatkan seluruh umat manusia.

Di dunia bawah

Di zaman klasik, maupun belakangan ini, Habel dianggap sebagai korban pertama yang tidak bersalah dari kuasa kejahatan, dan karena itu martir yang pertama. Dalam Kitab Henokh yang esoterik (22:7), jiwa Habel digambarkan telah diangkat sebagai pemimpin para martir, yang menyerukan pembalasan, penghancuran benih keturunan Kain. Pandangan ini belakangan diulangi dalam Perjanjian Abraham (di A:13 / B:11); di sini Habel telah diangkat menjadi hakim jiwa-jiwa:

seseorang yang mengerikan duduk di takhta untuk menghakimi semua makhluk, dan meneliti orang-orang yang benar dan orang-orang berdosa. Karena Habel adalah orang pertama yang meninggal sebagai martir, Allah membawanya [ke takhta hakim di dunia bawah] untuk memberikan penghakimannya, sementara Henokh, sang jurutulis surgawi, berdiri di sisinya untuk menuliskan dosa-dosa dan kebenaran setiap orang. Karena Allah berkata: Aku tidak akan menghakimi kamu, tetapi masing-masing orang akan diadili oleh manusia. Sebagai keturunan orang yang pertama, mereka akan dihakimi oleh anaknya hingga kemunculan Tuhan dalam cara yang agung dan megah, yaitu ketika mereka akan dihakimi oleh ke-12 suku Israel, dan kemudian hari penghakiman oleh Tuhan sendiri akan sempurna. Dan tidak berubah.

Menurut Kitab Adam dan Hawa Koptik (2:1-15), dan Gua Harta Benda Siriak, tubuh Habel, setelah berhari-hari lamanya masa berkabung, ditempatkan di Gua Harta Benda, dan di hadapannya Adam dan Hawa, serta keturunannya, menyampaikan doa-doa mereka. Selain itu, garis keturunan Adam lewat Set bersumpah atas nama darah Habel untuk memisahkan diri mereka dari orang-orang yang fasik.


Tanda Kain

Telah banyak yang ditulis tentang kutuk Kain, dan tanda yang terkait. Kata yang diterjemahkan dengan tanda itu dapat berarti suatu pertanda, peringatan, atau kenangan. Dalam Alkitab, kata yang sama digunakan untuk menggambarkan bintang-bintang sebagai tanda atau peringatan, sunat sebagai lambang perjanjian Allah dengan Abraham, dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Musa di hadapan Firaun. Meskipun kebanyakan pakar percaya bahwa si penulis bagian cerita ini mempunyai rujukan yang jelas dalam benaknya sehingga para pembacanya akan mengerti, saat ini sedikit sekali consensus tentang apa persisnya arti tanda itu.

Alkitab membuat beberapa rujukan pada sejumlah kesempatan terhadap orang-orang Keni, yang, dalam bahasa Ibrani, dirujuk sebagai Qayin, yakni, kata yang sangat dekat dengan kata Kain (Qayin). Jadi, tanda Kain diyakini mulanya berasal dari suatu tanda yang sangat jelas membedakan suku Keni, seperti misalnya rambut yang merah, atau suatu tato ritual tertentu, yang kemudian dipindahkan kepada Kain sebagai eponim suku tersebut. Dikatakan bahwa tanda ini memberikan Kain perlindungan (melukai Kain akan dibalas hingga tujuh kali lipat). Dengan demikian, tanda ini dilihat sebagai suatu bentuk perlindungan yang diberikan kepada anggota sebuah suku, dalam suatu bentuk sehingga seluruh suku akan menyerang orang yang melukai satu saja anggota mereka.

Kelompok-kelompok Baptis dan Katolik sama-sama menganggap bahwa gagasan tentang Allah yang mengutuk seorang individu tidak sesuai dengan watak Allah, dan karena itu mengambil sikap yang berbeda. Katolik secara resmi memandang bahwa kutuk ini diakibatkan karena tanah sendiri menolak untuk memberikan hasil kepada Kain, sementara beberapa orang Baptis memandang kutuk itu sebagai agresi Kain sendiri, sesuatu yang sudah ada dan Allah hanya menunjukkannya, bukan menambahkannya.

Dalam Yudaisme, tanda ini bukanlah suatu hukuman melainkan tanda belas kasihan Allah. Ketika Kain dihukum untuk menjadi pengembara, ia tidak mempersoalkan hukumannya, melainkan hanya memohon agar hukumannya diubah sedikit, sambil memprotes, “Barangsiapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku! Karena alasan-alasan yang tidak disebutkan dengan jelas, Allah menyetujui permintaan ini. Ia memberikan tanda pada Kain sebagai tanda bagi orang lain agar Kain tidak dibunuh sampai ia mempunyai tujuh keturunan. Penafsir Torah Rashi menjelaskan bahwa setelah tujuh keturunan (Kain, Henokh, Irad, Mehuyael, Metusael, Lamekh, Yabal/Yubal/Tubal-Kain) Kain dibunuh oleh keturunannya Lamekh. (Kej. 4:24)

Lukisan Kain dan Habel abad ke-15, Speculum Humane Salvationis, Jerman.

Dalam seni Kristen abad pertengahan, khususnya di Jerman abad ke-16, Kain digambarkan sebagai seorang Yahudi stereotipikal yang berambut ikal, berjanggut, sementara Habel adalah seorang non-Yahudi Kristen yang berambut pirang. Gambaran tradisional ini telah berlanjut selama berabad-abad dalam suatu bentuk tertentu, seperti misanya lukisan James Tissot pada abad ke-19, Kain membawa Habel untuk Dibunuh, yang diperlihatkan di atas. Ini adalah akibat dari apa yang tampaknya penyelesaian yang perlu terhadap masalah pembunuhan terhadap saudara sendiri tanpa melibatkan orang luar, dengan menjelaskannya sebagai akibat dari suatu kelompok yang secara historis direndahkan oleh Kekristenan.[1][2]

Dalam budaya populer, sejak zaman Victoria, rasa haus darah Kain telah sering menyebabkan ia digambarkan sebagai nenek moyang vampir. Sebuah pandangan lain diambil dalam teologi Mormon; di sini Kain dianggap sebagai perwujudan dari Anak yang Terhilang, bapak dari kombinasi rahasia (artinya, organisasi-organisasi rahasia dan kejahatan terorganisir), maupun orang pertama yang memegang gelar Master Mahan yang berarti empu dari rahasia besar, agar ia dapat membunuh dan memetik keuntungan.

[sunting] Pengembara

Karena Kain diperintahkan mengembara di muka bumi sebagai hukuman, muncul sebuah tradisi bahwa hukuman ini berlangsung selama-lamanya, dengan cara yang sama dengan legenda (jauh di kemudian hari) tentang Flying Dutchman. Menurut beberapa sumber Islam, seperti misalnya al-Tabari, Ibn Kathir dan al-Tha'labi, Kain bermigrasi ke Yemen.

Lukisan Fernand-Anne Piestre Cormon yang berjudul "Kain melarikan diri karena Kutuk Yahweh ", sekitar 1880, Musée d'Orsay, Paris.

Meskipun berbagai variasi dari tradisi ini kuat di abad pertengahan, dengan sejumlah laporan bahwa beberapa orang mengklaim “melihat” Kain, semuanya itu umumnya ditolak. Namun demikian, tema Kain yang Mengembara muncul dalam folklor Mormon (tetapi tidak di kitab sucinya). Klaim terakhir yang diketahui tentang orang yang mengaku “melihat” Kain tampaknya adalah di Amerika Serikat pada tahun 1868, ketika ia dilaporkan mengunjungi seorang Mormon bernama O'Grady (lihat Desert News, 23 September 1868). Sebelumnya pada 1836, seorang Mormon perdana yang lainnya—David W. Patten—mengklaim telah berjumpa dengan seorang yang sangat tinggi, berbulu, dan berkulit hitam di Tennessee yang mengatakan bahwa ia adalah Kain. Patten mengklaim bahwa Kain telah memohon dengan sungguh-sungguh agar ia mati namun permohonannya itu ditolak, dan bahwa misinya adalah menghancurkan jiwa-jiwa manusia. Cerita Patten dikutip dalam kisah Spencer W. Kimball, The Miracle of Forgiveness (Mukjizat Pengampunan), yang populer di antara orang-orang Mormon.

Meskipun keyakinan-keyakinan yang belakangan ini tentang pengembaraan kekal, menurut Kitab Tahun-tahun Yobel (ps. 4) Kain menetap, menikahi saudara perempuannya, Awan, memperoleh anak laki-lakinya yang pertama, Henokh (dianggap orang yang berbeda dengan Henokh yang lebih terkenal), sekitar 196 tahun setelah penciptaan Adam. Kain kemudian mendirikan kota yang pertama, menamainya sesuai dengan nama anaknya, membangun rumah, dan tinggal di sana hingga rumah itu rubuh menimpanya, membunuhnya pada tahun yang sama dengan kematian Adam.

Sebuah legenda abad pertengahan pernah mengatakan bahwa pada akhirnya Kain tiba di Bulan dan di sana ia menetap selama-lamanya dengan setumpukan ranting-ranting kayu di punggungnya. Ini berasal dari fantasi popular yang menafsirkan baying-bayang di wajah Bulan. Sebuah contoh tentang keyakinan ini terdapat dalam karangan Dante Alighieri, Inferno (XX, 126); di sini ungkapan "Kain dan ranting-ranting" digunakan sebagai sinonim untuk "bulan".

Asal-usul

Kain membunuh Habel, dari sebuah naskah abad ke-15.

Dalam studi ilmiah, teori yang paling lazim ialah bahwa cerita ini terdiri dari sejumlah lapisan, dengan lapisan aslinya berasal dari dongeng Sumeria tentang bujukan terhadap Inanna. Dalam cerita ini, yang dianggap mewakili konflik kuno antara para penggembala nomaden dan para petani agraris yang telah menetap, Dumuzi, dewa para gembala, dan Enkimdu, dewa para petani, bersaing memperebutkan perhatian Inanna, sang Dewi utama. Dumuzi adalah dewa yang kasar dan agresif, tetapi Enkimdu lemah lembut dan tenang, karena itu Inanna lebih suka kepada Enkimdu. Namun demikian, ketika mendengar hal ini, Dumuzi mulai menyombongkan diri tentang betapa hebatnya dirinya, dan menunjukkan karisma yang kuat sehingga Enkimdu meminta kepada Inanna untuk menikahi Dumuzi dan kemudian pergi mengembara.

Paralel Alkitab dengan teori ini ialah Allah sejajar dengan Inanna, Habel, sang gembala, dengan Dumuzi, dan Kain, sang petani, dengan Enkimdu, dan hanya menyamakan bagian cerita tentang persaingannya, Kain pergi mengembara, dan tradisi-tradisi di luar Alkitab mengenai keterlibatan seorang perempuan cantik. Kehadiran kurban dalam cerita Alkitab—lebih daripada sekadar kata-kata—kadang-kadang dilihat sebagai perubahan yang dibuat oleh para imam atas cerita ini, untuk menekankan bahwa suatu bentuk kurban lebih baik daripada yang lainnya.

Dalam mitologi di kemudian hari, meskipun masih sebelum 1500-an SM, Dumuzi telah bercampur dengan Enkimdu, dan karena itu bertindak sebagai dewa pertanian umum, meskipun masih mempertahankan beberapa unsure dari mitos sebelumnya. Dalam peranan yang lebih umum ini, karena ia bertanggung jawab atas siklus tanaman tahunan, Dumuzi kemudian dilihat sebagai dewa kehidupan-kematian-kelahiran kembali. Bagaimana persisnya mitos ini berpadanan dengan perkawinan Dumuzi dengan Inanna tidaklah jelas, karena salinan-salinan yang ada tentang mitos ini tiba-tiba dimulai dengan Inanna yang turun ke dunia bawah karena alasan yang tidak diketahui. Innana hanya dapat lolos dengan mengubah dirinya menjadi dewa yang bukan dari dunia bawah, dan karena itu pada gilirannya memperhatikan mereka singmereka masing-masing. Dumuzi senang sekali bahwa Innana telah pergi, dan karenanya, dengan murkanya, Innana mengirimkan roh-roh jahat kepadanya. Dumuzi meninggal dan dengan demikian Innana terbebas. Ia kemudian berubah pikiran, merasa kasihan, dan mengembalikan Dumuzi dengan membujuk saudara perempuan Dumuzi untuk mengambil tempatnya selama 6 bulan setiap tahunnya (karena itu dimulailah siklus tahunannya).

Pembunuhan Dumuzi ini, menurut pemikiran kritis, dianggap sebagai sumber pembunuhan Habel. Karena Allah, berbeda dengan Inanna, dianggap cukup kuat untuk tidak terjebak di dunia bawah, Ia tidak perlu meloloskan diri, dan karenanya tidak ada motif untuk membunuh Habel, dan dengan demikian kesalahan dialihkan kepada Kain/Enkimdu yang iri hati. Bagian dari cerita yang melibatkan kebangkitan dan kematian tahunan yang abadi tidak diberikan kepada Habel, yang dianggap makhluk fana belaka.

Peringatan

Habel dianggap sebagai martir yang pertama dan dengan demikian, sebagai pendahulu Kristus. Namanya disebutkan dalam litani bagi orang yang hampir meninggal di lingkungan Gereja Katolik Roma, dan kurbannya disebutkan dalam Kanon Misa bersama kurban Abraham dan Melkisedek. Gereja Koptik memperingati hari pestanya pada 28 Desember.[3]

Sastra

Sebagai pembunuh pertama dan korban pembunuhan pertama, Kain dan Habel telah sering menjadi dasar bagi drama tragis. Nama-nama mereka seringkali digunakan dalam karya-karya fiksi semata-mata sebagai rujukan juga. Beberapa rujukan terkenal terhadap Kain dan Habel adalah:

  • Dalam permainan peran Vampire: The Masquerade, Kain disebutkan telah membunuh saudaranya dengan pengertian bahwa Allah menginginkan Kain dan Habel memberikan kurban darah dengan mempersembahkan sesuatu yang paling berharga bagi mereka, dan bahwa Kain mengurbankan Habel sebagai yang paling dikasihinya kepada Allah. Kain (dieja "Kaine" dalam hal ini) belakangan menjadi vampir yang pertama .
  • Karya Samuel Beckett Menunggu Godot, ketika Estragon berusaha mendapatkan perhatian Pozzo, ia mencoba nama; Kain dan Habel. Pozzo menjawab kepada keduanya dan dengan demikian ia mewakili seluruh umat manusia.
  • Dalam buku Cain's Book, Alexander Trocchi, tokoh anti-hero, Joe Necchi, seperti Kain, juga tampaknya dikutuk untuk mengembara. Dalam hal ini 'tanda' Kain digambarkan dengan tanda kecanduan heroin.
  • Dalam Beowulf, monster Grendel adalah seorang keturunan Kain.
  • Lord Byron menulis puisi "Cain" yang mendramatisasikan cerita Kain dan Habel.
  • Karya John Steinbeck, East of Eden adalah penceritaan kembali kisah Kain dan Habel dalam setting akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 migrasi ke barat menuju California. Juga, novellettenya Of Mice and Men mengambil unsur-unsur dari cerita tersebut.
  • Kane and Abel adalah judul sebuah novel yang ditulis oleh pengarang Britania Jeffrey Archer. Ini adalah cerita tentang dua laki-laki ambisius (dilahirkan pada hari yang sama tetapi tidak saling terkait) yang mengembangkan persaingatn sementara tidak benar-benar saling mengenal. Novel ini diterbitkan di Britania Raya pada 1979, mencapai tempat ke-1 dalam daftar Buku Terlaris New York Times ketika diterbitkan di Amerika Serikat setahun sesudahnya.
  • Puisi Baudelaire "Abel and Cain" dalam kumpulannya Les Fleurs du Mal menganggap Kain mewakili semua orang yang terinjak-injak di dunia. Baris-baris terakhir puisi ini mengimbau, "Ras Kain, menyerang langit / dan dari surga menghempaskan Allah!"
  • Kain dan Habel seringkali muncul dalam siklus grafis surrealis The Sandman, oleh Neil Gaiman. Dalam dunia impian Kain terlibat dalam pembunuhan saudaranya sendiri yang abadi, karena Habel setiap kali dihidupkan kembali setelah ia dibunuh: "Kain: Mengapa aku menimbulkan kehadiran yang meledak kepadamu? Saudara macam apakah aku ini bila aku melakukan hal itu? Habel: Macam orang yang membunuh aku setiap kali ia marah kepadaku, atau bosan, atau sekadar sedang merasa jengkel! " (The Sandman #2, Imperfect Hosts).
  • Tanda dan cerita Kain, maupun rujukan kepada bani Keni, dijelajahi dalam novel Herman Hesse, Demian. Si pencerita membahas konsepsinya yang berubah-ubah tentang kebaikan dan kejahatan, dan terlibat dengan penafsiran-penafsiran alternatif tentang cerita Kain dan Habel.

Sabtu, 29 Mei 2010

Sastra Jawa Kuno


Sastra Jawa Kuno atau seringkali dieja sebagai Sastra Jawa Kuna meliputi sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna pada periode kurang-lebih ditulis dari abad ke-9 sampai abad ke-14 Masehi, dimulai dengan Prasasti Sukabumi. Karya sastra ini ditulis baik dalam bentuk prosa (gancaran) maupun puisi (kakawin). Karya-karya ini mencakup genre seperti sajak wiracarita, undang-undang hukum, kronik (babad), dan kitab-kitab keagamaan. Sastra Jawa Kuno diwariskan dalam bentuk manuskrip dan prasasti. Manuskrip-manuskrip yang memuat teks Jawa Kuno jumlahnya sampai ribuan sementara prasasti-prasasti ada puluhan dan bahkan ratusan jumlahnya. Meski di sini harus diberi catatan bahwa tidak semua prasasti memuat teks kesusastraan.

Karya-karya sastra Jawa penting yang ditulis pada periode ini termasuk Candakarana, Kakawin Ramayana dan terjemahan Mahabharata dalam bahasa Jawa Kuno.

Karya sastra Jawa Kuno sebagian besar terlestarikan di Bali dan ditulis pada naskah-naskah manuskrip lontar. Walau sebagian besar sastra Jawa Kuno terlestarikan di Bali, di Jawa dan Madura ada pula sastra Jawa Kuno yang terlestarikan. Bahkan di Jawa terdapat pula teks-teks Jawa Kuno yang tidak dikenal di Bali.

Penelitian ilmiah mengenai sastra Jawa Kuno mulai berkembang pada abad ke-19 awal dan mulanya dirintis oleh Stamford Raffles, Gubernur-Jenderal dari Britania Raya yang memerintah di pulau Jawa. Selain sebagai seorang negarawan beliau juga tertarik dengan kebudayaan setempat. Bersama asistennya, Kolonel Colin Mackenzie beliau mengumpulkan dan meneliti naskah-naskah Jawa Kuno.

Mengenai istilah Jawa Kuno

Istilah sastra Jawa Kuno agak sedikit rancu. Istilah ini bisa berarti sastra dalam bahasa Jawa sebelum masuknya pengaruh Islam[1] atau pembagian yang lebih halus lagi: sastra Jawa yang terlama. Jadi merupakan sastra Jawa sebelum masa sastra Jawa Pertengahan. Sastra Jawa Pertengahan adalah masa transisi antara sastra Jawa Kuno dan sastra Jawa Baru. Di dalam artikel ini, pengertian terakhir inilah yang dipakai.[2]

Tradisi penurunan

Sastra Jawa Kuno yang terlestarikan sampai hari ini sebagian besar diturunkan dalam bentuk naskah manuskrip yang telah disalin ulang berkali-kali. Sehingga mereka jarang yang tertulis dalam bentuk asli seperti pada waktu dibuat dahulu, kecuali jika ditulis pada bahan tulisan yang awet seperti batu, tembaga dan lain-lain. Prasasti tertua dalam bahasa Jawa Kuno berasal dari tahun 804, namun isinya bukan merupakan teks kesusastraan. Teks kesusastraan tertua pada sebuah prasasti terdapat pada Prasasti Siwagreha yang ditarikh berasal dari tahun 856 Masehi.

Sedangkan naskah manuskrip tertua adalah sebuah naskah daun nipah yang berasal dari abad ke-13 dan ditemukan di Jawa Barat. Naskah nipah ini memuat teks Kakawin Arjunawiwaha yang berasal dari abad ke-11.

Tinjauan umum

Banyak teks dalam bahasa Jawa Kuno yang terlestarikan dari abad ke-9 sampai abad ke-14. Namun tidak semua teks-teks ini merupakan teks kesusastraan. Dari masa ini terwariskan sekitar 20 teks prosa dan 25 teks puisi. Sebagian besar dari teks-teks ini ditulis setelah abad ke-11.

Puisi Jawa lama

Daftar Karya Sastra Jawa Kuno dalam bentuk prosa

  1. Candakarana
  2. Sang Hyang Kamahayanikan
  3. Brahmandapurana
  4. Agastyaparwa
  5. Uttarakanda
  6. Adiparwa
  7. Sabhaparwa
  8. Wirataparwa, 996
  9. Udyogaparwa
  10. Bhismaparwa
  11. Asramawasanaparwa
  12. Mosalaparwa
  13. Prasthanikaparwa
  14. Swargarohanaparwa
  15. Kunjarakarna

Daftar Karya Sastra Jawa Kuno dalam bentuk puisi (kakawin)

  1. Kakawin Tertua Jawa, 856
  2. Kakawin Ramayana ~ 870
  3. Kakawin Arjunawiwaha, mpu Kanwa, ~ 1030
  4. Kakawin Kresnayana
  5. Kakawin Sumanasantaka
  6. Kakawin Smaradahana
  7. Kakawin Bhomakawya
  8. Kakawin Bharatayuddha, mpu Sedah dan mpu Panuluh, 1157
  9. Kakawin Hariwangsa
  10. Kakawin Gatotkacasraya
  11. Kakawin Wrettasañcaya
  12. Kakawin Wrettayana
  13. Kakawin Brahmandapurana
  14. Kakawin Kunjarakarna, mpu "Dusun"
  15. Kakawin Nagarakretagama, mpu Prapanca, 1365
  16. Kakawin Arjunawijaya, mpu Tantular
  17. Kakawin Sutasoma, mpu Tantular
  18. Kakawin Siwaratrikalpa, Kakawin Lubdhaka
  19. Kakawin Parthayajna
  20. Kakawin Nitisastra
  21. Kakawin Nirarthaprakreta
  22. Kakawin Dharmasunya
  23. Kakawin Harisraya
  24. Kakawin Banawa Sekar Tanakung